Ketika pautan datang tanpa alasan, tanpa permisi. Kita tertohok terbata, benarkah yang dipandang adalah nyata? ataukan hanya mimpi di siang bolong, yang jika ditepuk langsung terbangun lalu kembali pada semula. Tidak.. ini nyata, ini memang bukan mimpi. Apalah hal ini, aku bagai terjerumus pada ruangan hampa kedap udara yang berukuran tidak lebih dari 1/2 meter kali 1/2 meter.
Ah.. masih mengeluh dalam tajamnya lamunan. Sulitnya bergerak bagai terikat lekatnya tali. Apalagi melarikan diri. melarikan hatipun terjungkal oleh batu. Ingatan tak mampu menolak tuk lupa.
Aku tertohok melihat kejadian yang sama sekali belum aku lamunkan. Mengira cahaya yang menampilakan keindahan itu, ku kira akan mampu menjadi penerang yang berguna untuk bunga di taman. Aku kira cahaya itu akan memberi kehangatan. Jauh dari sangka, cahaya itu memilih sebagai lampu yang hanya ketika dibutuhkan, dinyalahkan semaunya dan dengan sentuhan siapa saja.
Tak ada kesempurnaan yang dituntut untuk menderang. Berhak bila cahaya memang untuk terang. Namun cahaya itu hanya membabi butakan pandangan sebuah hati yang sudah di tetapkan. Persetan akan lidah atau ludah yang dibuatnya untuk berbicara satu kata yang luasnya tak ada ujung. Cahayanya itu tak pernah diminta oleh bunga. Kesulitan memberi cahayanya dengan apa adanya, alami, asri, membangun, hidup dan memberi aroma yang menghangatkan.
Pastilah, adanya cahayamu itu tak lepas dari tuntutan, tuntutan untuk menyalakanmu, menghidupimu dahulu baruku merasakan terangnya cahayamu, dan dengan daya yang terbatas, lalu kau mati dan lenyap.
Silahkan, mau dengan model apa kau bercahaya. Yang pasti jika kau berteguh hanya sekedar menajdi sebuah lampu. Kau takan dibutuhkan bunga. Terserah..